Oleh : Ika Setya Yuni
Setiap orang memiliki cita
rasa tersendiri, itulah menulis. Kita
mampu melihat keindahan dari sudut pandang yang berbeda. Bagai mozart
yang mengalun diantara tuts – tuts piano, setiap nuansa memberi arti yang mendalam. Menulis
tak hanya sekedar mengukir, ada pemaknaan yang tersirat dalam sebuah karya
seni.
Seorang teman pernah berkata
padaku “ Menulis dapat dijadikan obat, untuk terapi menempa diri, memahami apa
yang ada dalam diri kita. Menulis juga dapat mengenalkanmu pada dunia lain yang
disebut imaginasi. Dari situlah kamu akan berproses.”
Akhirnya aku mulai menulis
tapi naas, sungguh mengerikan. Tulisanku begitu buruk, karyaku tak layak untuk
dibaca. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri. Kenapa menulis begitu sulit?
Kenapa hanya aku yang tidak bisa? Karya pertamaku sungguh tak sanggup
kutunjukkan pada orang lain. Kemudian seperti ada yang berbisik, orang itu
berkata “ Menulislah, apapun yang ingin kau tulis. Kalau karyamu bagus, kamu
bisa menjualnya. Kalo jelek, saat kamu terkenal nanti, pasti bisa menjadi
bagus. Itu tandanya kamu berproses.”
Aku kembali menulis, meskipun
harus jatuh, tergelincir, terjebak dan terperosok. Namun satu pelajaran yang
kuperoleh. Menulis membuatku bisa menyepi, sedikit menepi dari rutinitas yang
kadang begitu melelahkan. Membantu ku menemukan dunia baru, tenggelam bersama
dunia tafsir dan kenyataan. Menulis membuatku mampu menemukan titik kebangkitan
dalam diri. Bagai gemericik air yang jatuh perlahan ditemani aroma lilin dan
semilir angin yang berhembus, begitu menyegarkan. Itulah terapi. Terkadang
dalam hidup, kita memerlukan hal – hal seperti ini agar tak terlalu tegang
dalam menjalani fase kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar