Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 13 Agustus 2013

TENTANG KONSEPSI

Oleh : Isra Yuda

Suatu hari terjadi perdebatan antara si A dan si B mengenai konsep mana yang akan dipakai dalam menyelenggarakan sebuah event. A mengatakan bahwa konsepnya-lah yang paling cocok dan sesuai untuk dipakai dalam event, namun si B menyangkal. B mengatakan bahwa konsepnya lebih bagus karena disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan yang ada. Konsep B mengedepankan esensi dibanding sekedar kreatifitas kosong semata seperti yang dibuat oleh si A. Maka mereka pun berdebat tiada henti tentang konsep siapa yang paling baik.

A terlebih dahulu menyerahkan konsepnya kepada atasan, namun si B, yang datang setelah A, menjelek – jelekkan konsep si A dihadapan atasan dan mencoba meyakinkan atasan untuk memakai konsep si B. Perdebatan berlanjut. Atasan yang jengkel karena ulah mereka berdua lantas diam sejenak dan mencoba mengulur waktu dengan mendengarkan ocehan mereka.

Setelah atasan merasa cukup dengan kesabarannya, ia lantas menghardik A dan B untuk diam dan mendengarkannya. Atasan mengatakan bahwa ia tidak akan menyetujui konsep siapapun sebelum A merubah konsepnya menyerupai konsep B, dan menyuruh B merubah konsepnya menyerupai konsep A. Perintah atasan membuat keduanya bingung.


Maka keluarlah mereka berdua dan saling bertatap tajam dan saling menjauh karena gengsi besar mereka. Maka ketika mereka berdua lelah karena saling menjauh sementara masing – masing mereka kesulitan untuk memperbaiki konsep sesuai perintah atasan, merekapun saling bertemu dalam keadaan rikuh.

Mereka sekuat tenaga memendam gengsi besar mereka. Amarah dan malu mereka tahan demi meloloskan ide masing – masing. Ketika mereka berdua akhirnya bertukar konsep dan saling membaca, akhirnya mereka tahu betapa banyak kekurangan konsep mereka berdua dan betapa konsep mereka saling melengkapi, dan bersegera memperbaiki konsep mereka masing – masing dengan meniru kelebihan konsep lawannya.

Hari berikutnya mereka menghadap atasan dan menyerahkan konsep mereka yang telah diperbaharui. Atasan yang melihat konsep masing – masing tahu bahwa pada akhirnya konsep mereka berdua akan serupa. Menyadari hal tersebut, atasan yang terkenal cukup bijak lalu bertanya, “Siapa yang lebih dahulu menemui siapa?”. Mereka berdua saling bertatapan, lalu A menjawab, B yang terlebih dahulu menemui saya. Atasan menjawab, “Maka konsep B-lah yang akan saya pakai!”.

A bertanya kepada atasan, “Mengapa konsep B yang dipakai padahal konsep kami tidak jauh berbeda?”. Atasan dengan tenang menjawab, “Bukan konsep sempurna yang saya cari, tapi kemauan hati untuk menyempurnakan-lah yang saya harapkan sebagai upaya mendekati kesempurnaan. B telah menunjukan upaya itu dengan terlebih dahulu memendam egonya untuk mencari konsep yang lebih baik. Meskipun pada akhirnya konsep kalian berdua sama, namun konsep B-lah yang akan saya pilih karena nilai lebih yang belum kamu miliki”.

Mendengar hal itu A mengerti dan berbesar hati untuk menerima keputusan atasan serta memberi selamat kepada B.

Konsepsi Membutuhkan Pijakan

Ketika kita hendak merumuskan kosepsi atau mencari suatu gagasan mengenai persoalan, banyak dari kita dengan mudahnya merumuskan hal itu bermodalkan pengetahuan dan pengalaman yang kita punya. Terkadang, karena mudahnya hal itu, kita lupa akan bagaimana mengoreksi kekurangan – kekurangannya. Banyak dari kita memuja pikiran sendiri karena merasa pintar dan berpengalaman. Kita tidak pernah tahu atau mau tahu tentang apa yang dipikirkan orang lain, karena kesombongan kita yang mengatakan bahwa kita lebih baik dari yang lain.

Gagasan yang kita punya kita anggap sempurna, paling cocok, paling unggul, paling baik, paling benar dan sebagainya. Kita tidak bisa terima kritik apapun meski itu berasal dari diri kita sendiri. sikap ini menutup upaya lebih dalam mendekati kesempurnaan yang sesungguhnya. Kita enggan bertanya atau meminta pendapat orang lain. kita memiliki gengsi intelektual yang tak tertahankan dimana kita mengganggap diri kita lebih pintar.

Bahkan saya sendiri (pengalaman pribadi) pernah merasakan hal tersebut, hingga mengakibatkan dampak buruk dalam segi pergaulan. Saya menyadari bahwa kemampuan kita merumuskan suatu konsep tidak akan pernah sampai pada kesempurnaan jika kita tidak membuka diri pada keterbukaan akan kesalahan yang ada. Semua orang bebas berpendapat, namun bukan berarti semua pendapat orang adalah benar.

Kita lupa, bahwa konsepsi yang kita miliki sejatinya adalah gagasan yang kita curi dari orang lain. dari mana kita mendapat pengetahuan terhadap suatu gagasan? Tidak mungkin tidak kalau kita mendapatkannya dari orang lain. kita bisa merumuskan konsepsi negara demokratis dari pemikiran Montesque atau Soekarno. Kita bisa merumuskan konsepsi diri dari buku para ahli psikologi. Kita bisa merumuskan konsepsi pendidikan dari Freire, dan lain sebagainya. Kita tidak pernah memulainya dari nol. Kita butuh pijakan untuk dapat merumuskan pijakan sendiri. kita butuh cermin untuk melihat gambaran baru. Bahkan terkadang kita bercermin pada alam untuk mendapat konsepsi tentang sesuatu.

Kesempurnaan Konsepsi

Mengunggulkan konsepsi diatas konsepsi lain merupakan pengkotakan pemikiran. Bahayanya hal ini bisa menimbulkan radikalisme pemikiran. Sejarah membuktikan betapa radikalisme pemikiran[1] membawa petaka hebat bagi banyak orang. Seperti halnya terjadi pada konsepsi orang – orang komunis mengenai negara. Demi terciptanya kondisi ideal yang mereka citakan, segala konsepsi atau gagasan lain yang dianggap salah dan bertentangan mereka habisi dengan brutal. Dampaknya, banyak jatuh korban dan permusuhan akibat dendam sejarah.

Perdebatan konsepsi memang diperlukan, karena hal tersebut merupakan bagian dari proses penyempurnaan. Namun mengedepankan ego dan menutup diri dari kritik adalah sikap yang membawa kita pada kebuntuan. Jika kita tidak mau menelanjangi pikiran, maka pikiran itu tidak akan terbuka dengan sendirinya dan akan terjadi stagnan yang mengakibatkan tertutupnya berbagai solusi dari setiap kekurangan yang selalu ada dalam setiap gagasan manusia.

Memiliki itikad untuk memperbaiki dan menawarkan solusi adalah baik dan harus dilakukan terus menerus, namun hasil yang dicapai harus disadari tidak akan pernah mencapai kesempurnaan sejati. Proses adalah hal terpenting yang menjadikan suatu konsepsi mendekati ksempurnaan. Untuk itu, sebuah konsepsi akan selalu diuji, dikaji dan diperbaiki. Sikap tertutup terhadap hal itu merupakan penyesatan. Seperti kisah yang penulis ceritakan diatas, keunggulan tidak terletak pada hasil yang kita capai, karena setiap hasil yang kita capai bersifat relatif, namun upaya mencapai hasil tersebutlah yang membuat kita selalu unggul. Keunggulan tersebut terletak pada upaya kita untuk selalu belajar.

Belajar bukan semata – mata mempelajari konsepsi orang lain demi hasil terbaik, namun belajar yang dimaksud adalah bagaimana kita membuka hati dan menumbuhkan kesadaran terhadap kekurangan. Dengan merasa kurang kita akan terus mendaki pada pencapaian terbaik. Merasa kurang berarti menyadari bahwa kita harus terus belajar. Belajar berarti melakukan upaya perbaikan secara mandiri. Kemandirian akan membawa pada kualitas. Kualitas adalah modal untuk mendapatkan penghargaan tertinggi.

Oleh karena itu, membuat konsepsi merupakan langkah yang urgent dalam mewujudkan perubahan, namun kita tidak boleh menutup pikiran dan hati dari kekurangan diri. Proses menuju kesempurnaan akan selalu dan harus terjadi tanpa henti, dengan begitu kita bisa semakin dekat dengan pembangunan kualitas perubahan terbaik.

Dikutip dari blog penulis dengan judul yang sama, “TENTANG KONSEPSI”, alamat web : http://israyuda.wordpress.com/2013/08/13/tentang-konsepsi/ 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Daftar Blog Saya