Oleh : Ahmad Finchy Arifin
“tujuan seorang penulis,
adalah menarik perhatian pembaca... yang saya inginkan agar pembaca menyimak
setiap halaman dari buku yang mereka baca hingga akhir” (Barbara Thucman, Newyork
Times, 2 Februari 1989)
Tulisan adalah sesuatu yang
selalu mengiringi dan sangat berpengaruh dalam 
kehidupan manusia, melalui tulisan ini lah manusia bisa menuangkan
ungkapan isi hatinya dan kemudian membaginya pada yang lain. Di saat membaca
dan membuat tulisan itu, kita akan merasakan berbagai hal mulai dari sedih,
senang, bingung, terkejut dan sebagainya akan terasa saat membaca atau menulis
sebuah tulisan. Menurut fakta tulisan sudah digunakan manusia jutaan tahun
lalu, hal ini terbukti dengan adanya banyak tulisan-tulisan peninggalan dari jaman
pra sejarah dan hal itu pun mempengaruhi perkembangan manusia pada berbagai
bidang sesudahnya.
Ide Dapat Sangat Berpengaruh
Sebuah ide bisa sangat berpengaruh
bagi perubahan, dalam novel gravis karya Alan Moore “V for Vendetta” yang
kemudian di filmkan dengan judul yang sama pada 
2006, dalam  cerita  dapat 
terlihat jelas bagaimana sebuah ide/gagasan bisa sangat berpengaruh
dalam menuju revolusi sosial. 
Ada  salah satu dialog dalam  cerita yang menjadi favorit saya yaitu ketika
tokoh V tanpa  gentar menerjang peluru-peluru
pistol sambil berkata ke penembaknya: "Kau hendak membunuhku? Tak ada darah
atau daging di balik jubah ini yang dapat dibunuh. Hanya  ada ide. Dan ide  tahan peluru."  (Vendetta, hlm. 236). 
Kemudian dalam  potongan narasi prolog pada  awal film 
menerangkan bahwa, “Kita  disuruh mengingat
pemikirannya  dan bukan orangnya. Karena  manusia 
bisa  gagal. Dia  bisa tertangkap, dia  bisa 
terbunuh dan terlupakan. Tapi 400 tahun kemudian...sebuah pemikiran
masih bisa mengubah dunia. Aku menyaksikan dari awal akan kedahsyatan sebuah
pemikiran. Aku melihat manusia  membunuh
dengan mengatas namakan pemikiran itu...dan mati karena mempertahankan
pemikiran tersebut. Tapi kau tak 
bisa  mencium  sebuah pemikiran...tak bisa menyentuh atau
pun memegang pemikiran tersebut. Pemikiran tidak berdarah. Mereka tidak
merasakan sakit”. Dalam 
akhir cerita  V berhasil
metransformasikan pemikiranya 
pada  seluruh masyarakat Inggris,
seluruh masyarakat Inggris akhirnya 
dapat bersatu untuk menggulingkan pemerintahan reZim totaliter yg
berkuasa saat itu.
Dari sini kita tahu bahwa
betapa dahsyatnya sebuah ide, ide/pemikiran/gagasan itu kebal, tidak bisa
dibunuh atau dihilangkan. Proses transformasi lah yang membuat ide  itu tetap ada. Bentuk transformasi ide  bisa melalui media  audio maupun visual, tetapi tulisan adalah
salah satu bentuk transformasi ide  yang
sangat efektif, karena siapapun juga pasti dapat melakukanya, selain itu
tulisan dapat dibaca berulang kali sehingga penanaman ideologi itu akan semakin
mendalam.
Tulisan terbukti dapat mempengaruhi
kehidupan manusia dalam berbagai bidang, baik dalam  hal perkembangan teknologi, sosial, politik,
ekonomi dan budaya. Tulisan digunakan untuk berbagai hal dan keperluannya  dalam menjalankan roda  kehidupan. Seperti yang kita ketahui, ada 2
hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu membaca 
dan menulis. Tulisan kita  gunakan
untuk mengapresiasi ide  dan membaca  kita gunakan untuk mencari ide. Hal ini
menjadi penting karena kita ingat saat duduk di bangku sekolah, membaca dan
menulis adalah pelajaran yang pertama kali kita 
dapat, ini membuktikan bahwa 
membaca  dan menulis adalah
kebutuhan pendidikan utama yang wajib.
Tulisan masih digunakan oleh
manusisa di berbagai belahan dunia hingga kini. Tulisan mereka gunakan untuk berbagai
hal antara lain sebagai sarana komunikasi, informasi, media sosialisasi, atau
hanya sekedar sebagai seni karya pribadi. Namun, tak hanya berhenti di situ.
Dalam berbagai sejarah perkembangan ternyata tulisan juga bisa dijadikan
senjata yang sangat ampuh. Bergantung dari keahlian penulis meramu Isu,
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam resep tulisanya yang kemudian
dapat dibaca oleh individu lain, inilah faktor utama kenapa tulisan menjadi
sangat berpengaruh dalam berbagai kehidupan. 
Tulisan bukanlah senjata yang
secara fisik dapat menghancurkan apa saja yang ada di hadapanya. Ibaratnya, jika  tulisan adalah racun, maka  banyak orang yang akan teracuni ketika  membacanya. Maka  jika tulisan itu adalah madu, maka akan
membawa manfaat pula bagi yang membacanya.
Menulis adalah Melawan 
Banyak penulis yang sepanjang
hidupnya  sampai saat  ini masih dikenang karena  dari tulisan yang ia publikasikan
mengakibatkan perubahan yang cukup terasa. Ambil contoh salah satu penulis
sastra  terkenal William  Shakespeare 
yang selama hidupnya  ia abdikan
untuk menulis berbagai cerita  berupa  karya  sastra.
Hingga  sekarang karya-karyanya  digunakan dan dibaca  oleh manusia 
modern bahkan jauh setelah ia meninggal. Atau juga seperti Soe  Hok Gie 
yang hingga  sekarang dikenang
atas talentanya  dalam  menulis hingga dapat mempengaruhi iklim
sosial dan politik bangsa kita. 
Kita  mulai dari Soe  Hok Gie, adalah seseorang yang hidup
pada  masa  orde 
lama yang selanjutnya  menjadi tokoh
penting dan mengambil andil dalam 
pergerakan perubahan di Indonesia. Pada 
masa  itu, terjadi pergolakan
besar-besaran di Indonesia. Pemikiran Gie 
yang terus bertumbuh kemudian ia 
curahkan dalam rentetan catatan harian yang selalu setia menemaninya
hingga 12 tahun lamanya. 12 tahun catatan harianya itu kini dirangkum dalam
sebuah buku berjudul “Catatan Seorang Demonstran”. Selain itu, Gie lebih banyak
berjuang lewat tulisan, Gie merekam jejak pemikiranya dalam berbagai media
cetak yang saat itu diharapkan bisa menyebar luaskan pemikiranya yang idealis
dan juga realis, karena secara nyata Gie menjadi pion utama dalam  tonggak 
awal pergerakan mahasiswa  yang
mulai mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Hingga sekarang pun tulisan-tulisan Gie masih sangat kental
pengaruhnya dalam pergerakan mahasiswa saat ini.
Selanjutnya  sastrawan dan penulis terkenal Pramoedya  Ananta 
Toer (Pram), Pram  adalah penulis
indonesia yang karyanya paling banyak dilarang beredar selama dua orde di masa
kemerdekaan karena banyak karyanya yang mengkritiki pemerintah. Tercatat
sekitar 20-an karya Pram yang diharamkan untuk beredar pada masa 1965 – 1995. Semakin
banyak aturan, maka  semakin banyak pula
pelanggaran, mungkin kalimat itu tepat digunakan dalam konteks ini. Karya-karya
Pram yang merefleksikan perlawanan pada reZim justru kian diburu pembaca.
Membaca dan mengkoleksi karya-karya Pram melambangkan perlawanan terhadap
reZim. 
Menulis sebaga Tradisi dan Ritual Intelektual 
Sebagai mahasiswa, menulis
adalah suatu keharusan. Menulis adalah suatu cara untuk kita melatih kembali daya
ingat. Jadi akan sangat sia-sia kalau kita hanya meghafal berbagai teori dari
A-Z tanpa kita menulisnya kembali. Menulis adalah cara  untuk menunjukkan eksistensi keintelektualan
kita. Namun sayangnya  dalam lingkungan
kampus saat ini budaya  menulis sangatlah
rendah. Ini disebabkan karena  lebih
berkembangnya budaya lisan. Lihat saja, kita lebih sering menemui mahasiswa
yang merasa cukup dengan menjadi pendengar saja, mendengarkan ceramah dosen di
kelas setelah itu sudah, materi akan dilupakan. Kemudian saat mendekati ujian,
mulai pontang-panting mencari pinjaman catatan teman. Selain itu, tenaga  pengajar kita sepertinya  kurang memiliki komitmen  sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Di kelas
kita  lebih sering mendapatkan metode
pengajaran satu arah, budaya lisan seperti itu telah membudaya dalam keseharian
kita. Disini terdapat  sebuah temuan yang
sama seperti Freire  (1967)  dalam 
Pedagogy  of the  Oppressed, bahwa metode  pembelajaran yang digunakan pengajar di
Indonesia  masih banyak  menggunakan model satu arah, model hafalan
(banking)  dan minim  dialog antara 
murid dan pengajar. Anton Novenanto seorang sosiolog Universitas
Brawijaya  mangatakan dalam  bahasa 
yang radikal  bahwa: anak-anak  Indonesia 
dilatih untuk bungkam (!) ketika berada di ruang publik. Jadi, bukan
mereka tidak bisa menulis, melainkan anak-anak telah dilatih untuk hening
ketika  diminta  untuk mengekspresikan apa  yang dipikirkannya. Padahal jika  ilmu itu diibaratkan sebagai binatang buruan,
maka membaca  adalah senjatanya  dan menulis adalah pengikatnya. Setiap manusia
pastilah memiliki “rasa” (sense) untuk dibagikan kepada yang lain. perlu juga
di sadari bahwa setiap manusia memiliki kemampuan akal – budi untuk memahami “rasa”-nya
juga “rasa” yang lain (Habermas, 1990, Teknik dan Ilmu sebagai Ideologi). Menulis
adalah salah satu cara mengungkapkan “rasa”. Manusia tidak akan menjadi manusia
yang utuh jika dia tidak pernah melatih dirinya untuk mengungkapkan “rasa” dan
belajar memahami “rasa – rasa” yang lain.
Untuk itu budaya menulis harus
kita galakkan kembali, tidak usah dengan harapan yang terlalu muluk-muluk cukup
dengan melalui komunitas/forum diskusi kecil akan tetapi punya kapasitas yang
masif, sehingga output yang dihasilkan nanti bisa mempengaruhi orang lain untuk
tergerak dalam menggalakan budaya menulis. Miris rasanya lorong-lorong kampus
yang seharusnya nampak mahasiswa yang sedang berdiskusi tapi malah yang ada
mahasiswa yang nongkrong sambil maen-game, dan juga tembok kampus yang
seharusnya dihiasi karya, tulisan dan gagasan mahasiswa malah bertebaran iklan
komersil. Kampus yang seharusnya digunakan untuk perang wacana dan beradu
intelektualitas, yang ada malah perang politis demi kekuasaan semu. Kampus yang
seharusnya  digunakan sebagai ruang untuk
memperoleh pendidikan pada 
kenyataanya  sekarang kampus hanya
digunakan sebagai simbol gaya hidup semata. 
Saya berharap nantinya menulis
bisa menjadi candu bagi seluruh mahasiswa. Jika tulis-menulis telah menjadi bagian
hidup seluruh elemen kampus serta didukung arpesiasi dari civitas akademik, dan
juga berkomitmen tinggi untuk menjadikan kegiatan menulis menjadi tolok ukur
kualitas dan keunggulan ilmu sebuah universitas, saya yakin mimpi untuk
mewujudkan universitas kita bertaraf internasional akan terwujud cepat. Jika Rene
Descartes terkenal dengan ”cogito er
gosum” (aku berfiki,r maka aku ada)nya
maka saya boleh bilang “aku menulis, maka aku ada”, itu berarti keintelektualan
seseorang dapat ditunjukan lewat tulisanya.
Bangkitlah para pelajar! Menulislah!. Orang idealis, kok tak menuangkan
pemikiran ideologisnya dalam tulisan. Sungguh sayang!
Oiya, Saya menunggu tulisan-tulisan anda sekalian yang
sedang membaca tulisan ini. Thnks. (fnchy)
*tulisan asli dimuat dalam Zine Komar #4 “Zine Media Alternatif”.
Ditulis kembali dengan sedikit penambahan
 
karena mas fnchy menunggu tulisan maka saya menyuguhkan tulisan ...
BalasHapussaya sebagai pemula di www.hhimam.blogspot.com
Salam Menulis
Hebat! Ayo menulis...
Hapus